BATAM, MARITIMRAYA.COM – (MARA)| Peristiwa kapal tongkang BG Bina Marine 80 yang kandas di perairan Pulau Putri, Nongsa, Batam pada Sabtu (6/9/2025) masih menyisakan persoalan panjang. Hingga kini, kondisi kapal dengan bobot GT 1.831 tersebut terlihat miring ke kanan dengan muatan sekitar 4.100 kubik pasir batu granit halus yang sebagian besar tumpah ke laut.
Tumpahan muatan itu tidak hanya mencemari perairan, tetapi juga diduga merusak ekosistem laut, termasuk terumbu karang yang menjadi tempat berkembang biaknya ikan. Bagi nelayan Kecil/tradisional yang menggantungkan hidup dari hasil tangkapan, kondisi ini menjadi pukulan berat.
Ali, seorang nelayan Kampung Klembak, Nongsa, mengungkapkan bahwa area tempat tongkang itu kandas merupakan lokasi utama mereka mencari ikan.
“Itu area kami menangkap ikan, banyak ikan di situ. Tapi sejak kapal tongkang dan kapal tunda berada di sana, air jadi keruh, ikan sulit didapat,” ujarnya kepada awak media.
Ali menambahkan, penghasilan nelayan di wilayah tersebut biasanya berkisar antara Rp200 ribu hingga Rp300 ribu per hari. Dengan kondisi perairan yang tercemar, penghasilan itu kini nyaris hilang. Karena itu, nelayan meminta pihak pemilik kapal bertanggung jawab dan memberikan kompensasi atas kerugian yang dialami.
Desakan nelayan ini kemudian difasilitasi oleh Dewan Pimpinan Daerah Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (DPD KNTI) Kota Batam. Ketua DPD KNTI, Armen Mustika, menegaskan pihaknya bersama nelayan kecil telah melayangkan laporan resmi ke Polairud Polda Kepri. Laporan dengan nomor 088/DPD-KNTI/IX/2025 itu menyoroti dugaan tindak pidana perusakan ekosistem laut dan terumbu karang.
“Nelayan kecil sangat dirugikan akibat kandasnya kapal di perairan Pulau Putri Nongsa,” kata Armen.(Rabu,24/9/2025)
Sebelumnya, laporan serupa juga pernah dilayangkan ke Polairud Polresta Barelang, namun kemudian dilanjutkan ke tingkat Polda Kepri.
Sementara itu, agen kapal TB Bina Marine 81, Udin, ketika dikonfirmasi awak media enggan memberikan keterangan detail terkait kronologis kejadian, BAPP, maupun dokumen kapal. Ia menegaskan bahwa pihaknya hanya bertugas mengurus dokumen sesuai aturan keamanan dan keselamatan pelayaran.
“Untuk konfirmasi lebih lanjut, silakan tanyakan langsung kami sudah koordinasi kepada petugas Polairud di Batu Ampar,” ujarnya singkat.
Dari pihak aparat, Kanit Gakkum Polairud Polresta Barelang, Aiptu Yustinus Halawa, menuturkan bahwa peran kepolisian dalam kasus ini lebih kepada memfasilitasi tuntutan nelayan terdampak.
“Kami memfasilitasi pengaduan masyarakat, khususnya nelayan yang merasa terganggu akibat keberadaan kapal di area tangkap ikan mereka. Tuntutan kompensasi masih dalam proses,” jelasnya.
Ia menambahkan, terkait dokumen kapal maupun kronologis resmi kejadian, hal itu berada di bawah wewenang KSOP Khusus Batam.
“Tugas kami menjaga keamanan dan kondusivitas di Batam. Beberapa surat tuntutan nelayan saat ini sedang diproses,” tutupnya.
Sumber lain menyebutkan bahwa kapal tongkang Bina Marine 80 dan kapal tunda Bina Marine 81 dimiliki oleh seorang pengusaha berinisial A, yang juga dikenal sebagai pemilik galangan kapal Markopolo dan Bandar Abadi di Batam.** Amrullah