BOGOR, MARITIMRAYA.COM – (MARA), Budaya literasi menjadi salah satu pilar penting dalam membentuk masyarakat yang cerdas, kritis, dan berdaya saing. Di tengah perkembangan teknologi dan arus informasi yang begitu deras, literasi tidak hanya terbatas pada kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga mencakup kemampuan memahami, menganalisis, dan mengevaluasi informasi secara kritis.
Tokoh nasional yang juga dikenal sebagai pegiat literasi, Najwa Shihab, dalam berbagai kesempatan menekankan pentingnya membangun budaya literasi sejak dini. “Literasi bukan hanya soal membaca buku, tetapi soal membangun cara berpikir. Semakin tinggi literasi seseorang, semakin kuat daya nalarnya dalam mengambil keputusan,” ujar Najwa dalam gelaran Festival Literasi Nasional 2024 yang diselenggarakan oleh Perpusnas RI.
Menurut Najwa, rendahnya minat baca di Indonesia bukan karena masyarakat tidak mampu membaca, tetapi karena budaya literasi belum dibentuk secara sistematis sejak pendidikan dasar. Data UNESCO menyebutkan bahwa minat baca masyarakat Indonesia masih tergolong rendah, yakni di peringkat ke-60 dari 61 negara. Hal ini menjadi tantangan besar yang harus segera diatasi.
Pentingnya literasi juga ditegaskan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim. Dalam pidatonya pada peringatan Hari Literasi Nasional 2024, Nadiem menyatakan, “Kemampuan literasi menentukan kualitas pembelajaran dan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Tanpa literasi, mustahil generasi kita bisa bersaing di tingkat global.” (Sumber: Kemendikbud.go.id)
Budaya literasi juga memiliki keterkaitan erat dengan penguatan karakter. Melalui literasi, individu diajak untuk memahami nilai-nilai kemanusiaan, menghargai perbedaan, dan membangun empati. Buku, sebagai salah satu media utama dalam literasi, mampu membuka cakrawala pemikiran dan memperluas wawasan seseorang terhadap dunia luar.
Beberapa daerah di Indonesia telah menunjukkan praktik baik dalam membangun budaya literasi. Salah satunya adalah program “Gerakan Literasi Sekolah” yang dijalankan di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Program ini melibatkan peran aktif guru, siswa, dan orang tua dalam menumbuhkan kebiasaan membaca 15 menit sebelum pelajaran dimulai setiap hari.
Literasi juga berperan besar dalam meningkatkan kualitas demokrasi. Masyarakat yang melek literasi cenderung tidak mudah terprovokasi oleh hoaks, lebih rasional dalam memilih pemimpin, dan lebih aktif dalam proses demokrasi. Hal ini selaras dengan pendapat Presiden Joko Widodo dalam acara Hari Pers Nasional 2023: “Tanpa literasi, demokrasi bisa cacat karena masyarakat tidak punya bekal untuk berpikir kritis terhadap informasi.”
Dalam konteks digital, literasi semakin memiliki tantangan baru, yaitu literasi digital. Di era media sosial, kemampuan memilah informasi yang benar dari yang menyesatkan menjadi semakin penting. Literasi digital juga mencakup etika dalam bermedia dan tanggung jawab dalam menyebarkan informasi.
Dengan membudayakan literasi, kita tidak hanya membentuk individu yang pandai membaca dan menulis, tetapi juga menciptakan generasi yang berpikir kritis, inovatif, dan solutif. Budaya literasi adalah investasi jangka panjang yang akan menentukan arah peradaban bangsa di masa depan.
Maka dari itu, dukungan semua pihak – dari keluarga, sekolah, komunitas, hingga pemerintah – sangat dibutuhkan untuk memperkuat ekosistem literasi di Indonesia. Seperti yang dikatakan oleh Najwa Shihab, “Kalau ingin mengubah bangsa, mulailah dari literasi. Dari sana, kesadaran dan perubahan akan tumbuh
Penulis Opini : Ahmad Hidayat wartawan maritimraya.com Kabiro : Jabodetabek.”(*)