Home / Uncategorized / Nelayan Tradisional Songsong Usaha Bersama – sama : Konsolidasi Koperasi KNTI Se-Sumatera di Batam Adalah Harapan Baru

Nelayan Tradisional Songsong Usaha Bersama – sama : Konsolidasi Koperasi KNTI Se-Sumatera di Batam Adalah Harapan Baru

BATAM, MARITIMRAYA.COM – (MARA)| Aksi nyata. Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) telah menyelenggarakan sebuah forum besar bertajuk: “Konsolidasi Koperasi KNTI Se-Sumatra: Penguatan Ekonomi Rakyat Adaptif Iklim untuk Nelayan dan Komunitas Pesisir”. Yang diadakan selama tiga hari, dari tanggal 29 hingga 31 Juli 2025 di Hotel Harmoni One Convention Center, Batam, Kepulauan Riau.


Mengapa pertemuan ini begitu penting bagi masa depan Nelayan mengembangkan usaha tolong menolong yang dikenal Koperasi? Karena tujuan dari pertemuan ini adalah untuk menjawab langsung dan menghapus semua keresahan dengan saling belajar bersama sehingga anggota koperasi makin pintar dan maju.

Selain itu tujuannya adalah untuk meningkatkan kapasitas Koperasi KNTI se-Sumatera dalam mengelola usaha, keuangan, dan organisasi agar lebih kuat menghadapi dampak perubahan iklim.
Saling berbagi cerita dan bisa saling belajar dari praktik-praktik terbaik mereka dalam pengalaman mengembangkan ekonomi alternatif.

Walau kita mungkin datang dari pelabuhan yang berbeda, dari Aceh, Sumbar, Lampung, dari Riau, Medan dan Kepulauan Riau. Tapi ada satu hal yang menyatukan yakni semua adalah anak-anak laut.
Laut adalah halaman rumah tempat menaruh harapan setiap kali perahu bergerak membelah ombak.

Di seluruh Indonesia, ada sekitar 2,7 juta jiwa yang hidupnya bergantung pada hasil laut, dan data dari statistik bahwa 93% dari jumlah itu, atau hampir semuanya, adalah nelayan kecil ?, Nelayan adalah tulang punggung perikanan bangsa ini, para pejuang di garda terdepan yang menggunakan kapal-kapal kecil ukuran di bawah 10 GT.

Namun menjadi tulang punggung tidak selalu berarti hidup nelayan kokoh. Justru sebaliknya, kelompok yang paling rentan dan seringkali memiliki keterbatasan modal, teknologi yang masih sederhana, dan akses terhadap perlindungan sosial atau lembaga yang bisa membantu masih sangat terbatas.

Kondisi ini membuat sangat mudah goyah ketika “badai” datang. Dan saat ini, badai itu bukan hanya angin dan gelombang biasa, melainkan badai perubahan iklim yang dampaknya sudah dirasakan langsung di ujung jaring .

Data dari organisasi kita sendiri, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), melukiskan gambaran yang suram namun nyata. Hasil survei pada tahun 2023 menunjukkan bahwa perubahan iklim telah membuat:
Hasil tangkapan kita anjlok hingga 72 persen.

Hal ini berdampak Pendapatan nelayan merosot tajam hingga 83 persen dan esiko kecelakaan di laut meningkat hingga 86 persen.
Angka-angka ini bukan sekadar statistik; ini adalah cerita tentang dapur yang semakin sulit berasap, tentang anak-anak yang masa depannya menjadi taruhan, dan tentang nyawa yang semakin terancam setiap kali melaut. Masalahnya diperparah oleh fakta bahwa sebagian besar dari nelayan rata-rata 82,22%, masih menggantungkan seluruh pendapatan keluarga dari hasil tangkapan langsung.

Ketika cuaca ekstrem memaksa untuk tidak melaut, banyak yang tidak memiliki sumber penghasilan alternatif, sehingga risiko jatuh ke dalam jurang kemiskinan menjadi sangat tinggi.

Lalu, apa yang akan dilakukan? Apakah akan terus pasrah, mengeluh pada nasib, dan menunggu bantuan yang tak pasti? Atau, apakah akan berdiri, merapatkan barisan, dan bergerak bersama mencari jalan keluar? Saya percaya akan memilih yang kedua.
Jalan Keluar Itu Ada: Membangun Ekonomi Alternatif yang Tahan Banting
Jalan keluar itu ada, dan para ahli menyebutnya ekonomi alternatif adaptif iklim. Apa maksudnya? Sederhananya, ini adalah kegiatan-kegiatan ekonomi yang tetap relevan dengan kehidupan di pesisir, namun tidak sepenuhnya bergantung pada hasil tangkapan di laut. Ini adalah cara untuk memiliki “ban serep” ketika “ban utama” sedang kempis.

Untuk itu nelayan perlu membuka jalan-jalan rezeki baru yang saling mendukung, yang semuanya bisa dikelola sendiri melalui sebuah wadah bersama. Ada tiga pilar utama yang bisa menjadi fondasi ekonomi baru:

  1. Pilar Pertama: Budidaya Cerdas – Beternak Ikan dan Rumput Laut Sendiri Ini adalah langkah pertama untuk mengambil kembali kendali atas nasib , daripada terus mengejar ikan yang berenang di lautan yang semakin jauh dan tak menentu, seperti
    Budidaya Kerapu di Keramba Jaring Apung (KJA): Ikan kerapu punya nilai jual sangat tinggi, terutama untuk pasar ekspor ke Singapura. Dengan membudidayakannya di KJA, produksi menjadi lebih stabil dan tidak terlalu terpengaruh cuaca buruk.
    Dengan cara menggunakan teknologi sederhana seperti sensor untuk memantau kualitas air, yang akan menjadi “penjaga” 24 jam untuk memastikan ikan sehat.
    Budidaya Rumput Laut: Ini adalah pelengkap yang luar biasa cerdas. Modalnya kecil, perawatannya mudah, dan panennya sangat cepat, hanya sekitar 40-45 hari. Rumput laut juga sangat kuat menghadapi perubahan iklim dan bahkan membantu membersihkan perairan kita. Usaha ini bisa menjadi “bantalan pengaman” finansial, ketika usaha lain sedang lesu, rumput laut bisa menjadi penyelamat.
  2. Pilar Kedua: Mengolah Hasil Laut Sendiri – Menjadi Juragan Produk Premium Sudah saatnya kita berhenti menjual hasil jerih payah dalam bentuk mentah dengan harga murah. Dengan mengolahnya, meningkatkan nilainya berkali-kali lipat.
    UMKM Kerupuk dan Abon Ikan: Melalui wadah bersama, bisa mendirikan unit usaha kecil untuk membuat produk olahan. Bahan bakunya bisa dari ikan tangkapan sampingan, sehingga tidak ada yang terbuang sia-sia. Produk olahan ini juga lebih tahan lama, memberi kekuatan untuk tidak menjual terburu-buru saat harga anjlok.

Memberi “KTP Digital” pada Produk olahan ikan, dengan menggunakan teknologi seperti blockchain untuk memberikan kode QR pada setiap kemasan. Ketika konsumen memindai kode itu, mereka bisa melihat cerita lengkap produk dari nelayan mana, ditangkap kapan, diolah kapan. Ini membangun kepercayaan dan mengubah produk kita dari yang biasa menjadi produk premium yang dihargai lebih mahal.

  1. Pilar Ketiga: Ekowisata Bahari – Menjadi Tuan Rumah di Negeri Sendiri Selain menjual produk, juga bisa menjual jasa dan pengalaman unik kehidupan pesisir.
    Homestay Nelayan dan Paket Wisata Otentik: nelayan bisa mengajak wisatawan, terutama dari negara tetangga seperti Singapura, Malaysia untuk merasakan langsung kehidupan untuk menginap di rumah yang dikelola sebagai homestay, belajar tentang budidaya di KJA, ikut tur konservasi mangrove, atau belajar memasak hidangan laut khas Model ini adalah “mesin sinergi” yang menghubungkan semua pilar . Wisatawan akan makan ikan dari KJA dan membeli kerupuk dari UMKM, sehingga 100% keuntungan akan kembali ke komunitas yang bermuara
    Titik Temu Harapan: Aksi Nyata Konsolidasi Koperasi di Batam

Semua ide hebat di atas akan selamanya menjadi angan-angan jika tidak memiliki wadah yang kuat untuk menjalankannya. Wadah itu adalah koperasi. Memang masih banyak koperasi nelayan yang ada saat ini belum berjalan maksimal, belum aktif, atau belum menjalankan prinsip-prinsip dasarnya. disisi lain, ada juga koperasi-koperasi yang sudah menunjukkan keberhasilan dalam skala kecil. Praktik-praktik baik inilah yang perlu dikembangkan dan sebarkan ke seluruh wilayah.

Untuk itulah, sebuah langkah besar dan strategis akan segera kita ambil bersama. Ini bukan lagi sekadar wacana, melainkan sebuah
Membangun kekuatan bersama. Setelah duduk bersama untuk merumuskan strategi kerja kolektif. Bayangkan jika kita bisa membuat SPBU Nelayan yang mampu membeli solar secara bersama-sama dalam jumlah besar, atau pakan ikan secara bersama-sama, tentu harganya akan lebih murah.
Bayangkan jika bisa memasarkan hasil olahan secara bersama-sama, tentu posisi tawar akan lebih kuat.
Pulang membawa rencana kerja yang jelas. Puncak dari pertemuan ini adalah para pegiat Koperasi KNTI telah menyusun rencana aksi bersama yang bisa langsung dijalankan secara gotong royong oleh koperasi-koperasi di tingkat wilayah.
Jadi peserta kegiatan konsolidasi koperasi KNTI tidak pulang dengan tangan hampa, tapi dengan langkah kerja yang konkret.
Membentuk wadah silaturahmi yang berkelanjutan. Agar semangat dan kerja sama ini tidak berhenti setelah acara selesai, perlu dibentuk sebuah forum komunikasi koperasi KNTI se-Sumatera.
Ini akan menjadi wadah untuk terus bertukar informasi, saling menguatkan, dan bersama-sama menyuarakan aspirasi kepada pemerintah.

Dari hasil konsolidasi Koperasi KNTI se-Sumatera di Batam kemarin, banyak sesi materi yang sangat relevan, dibawakan oleh para ahli dari kementerian, praktisi, dan akademisi, seperti: materi tentang cara memperkuat koperasi sebagai pilar kedaulatan pangan kita.
Materi tentang bagaimana UMKM perikanan bisa naik kelas melalui inovasi dan digitalisasi.
Materi tentang strategi membangun koperasi yang akuntabel dan berkelanjutan dari para praktisi yang sudah berpengalaman.
Dan materi tentang perencanaan bisnis jangka panjang untuk ekonomi alternatif yang tahan banting, seperti yang sudah dibahas di atas.
Yang tidak kalah penting, para peserta diajak melakukan kunjungan lapangan ke basis KNTI Batam di Pulau Buluh untuk melihat langsung praktik-praktik baik yang sudah dijalankan oleh pengurus DPC KNTI di Pulau Buluh, Batam. Ini adalah kesempatan untuk melihat, bertanya, dan belajar secara langsung.
Pertemuan di Batam pada akhir Juli 2025 adalah sebuah momentum penting, sebuah langkah strategis untuk memperkuat kelembagaan ekonomi dari bawah, berbasis koperasi. Ini adalah upaya untuk membangun ketahanan ekonomi masyarakat pesisir yang didasarkan pada prinsip kebersamaan, keberlanjutan, dan keadilan.

Saatnya berjuang secara berkelompok. Laut telah berubah, dan nelayanpun harus berubah bertransformasi dari sekumpulan individu yang rentan menjadi sebuah kekuatan ekonomi kolektif yang tangguh dan terhubung secara nasional.

Mari jadikan konsolidasi di Batam ini sebagai titik awal dari sebuah gerakan besar. Sebuah gerakan untuk menyatukan langkah koperasi nelayan di seluruh Sumatera agar menjadi berdaulat, mandiri, dan berkelanjutan. Ini adalah ikrar bersama untuk menghadirkan ekonomi alternatif yang bisa melindungi dari dampak perubahan iklim.

Dukungan dari semua pihak, termasuk pemerintah daerah, memang penting. Tapi kunci terbesar dari keberhasilan ini ada di tangan para nelayan tradisional untuk memupuk semangat, komitmen, dan kesolidan .

Sebagai penutup, Mari kita datang ke Batam dengan harapan, dan pulang dengan keyakinan dan rencana aksi yang nyata.
Masa depan laut mungkin tidak menentu, tapi masa depan nelayan yang semakin sejahtera, dengan usaha prinsip koperasi yakni tolong menolong bersama-sama.

Penulis : Roni Adi, SE., MM – Dosen Prodi Perdagangan Internasional ITEBA & Ketua Dewan Pakar DPD KNTI Batam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *